KUMPULAN ARTIKEL :

Rabu, 01 Oktober 2025

MASALAH KORUPSI BISA KAGET. KOK MASALAH KERACUNAN MBG TIDAK KAGET TAPI MALAH MENCARI PEMBENARAN ???

MASALAH KORUPSI BISA KAGET. KOK MASALAH KERACUNAN MBG TIDAK KAGET TAPI MALAH MENCARI PEMBENARAN ???

"Sebuah masalah mampu diatasi jika diakui sebagai masalah. Semakin masalah tersebut diakui sebagai masalah besar, bahkan mendesak, maka masalah tersebut akan mampu cepat diatasi."

[ Max Hendrian Sahuleka ]

Allah SWT berfirman : "Siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia." [ Q.S. Al-Maidah / 5 : sebagian ayat 32 ]

Ketika saya mengawali tulisan ini dengan ayat di atas, mungkin banyak pendukung Prabowo mengatakan bahwa keracunan berbeda dengan pembunuhan.

Pertanyaannya, di manakah bedanya ?

Perbedaan esensialnya adalah pembunuhan dilakukan dengan sengaja, sedangkan keracunam adalah tindakan tidak sengaja.

Namun demikian, membiarkan kejadian keracunan MBG tanpa upaya mengatasi secara cepat dan serius, bukankah ini bisa menjadi sebuah kesengajaan ???

Untuk mengatasi masalah keracunan MBG secara cepat dan serius, maka masalah ini haruslah dianggap sebagai masalah besar, bahkan mendesak.

Mungkin para pendukung Prabowo mengatakan bahwa banyak masalah yang lebih penting. Maka komentar saya :

  • Setidak-tidaknya masalah keracunan MBG tidak bisa dianggap sebagai masalah sepele.
  • Masalah keracunan MBG dapat berdampak pada masalah lainnya, terutama masalah pendidikan, terutama kegiatan belajar mengajar.
Alih-alih mengatasi masalah keracunan MBG ini secara cepat dan serius, pemerintah malah berdalih dan mencari pembenaran atas hal ini, seperti mengatakan masalah ini secara prosentase yaitu bahwa jumlah kasus keracunan MBG ini hanya 0,0017 persen sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas yang diambil dari TEMPO.

Ada beberapa komentar saya atas pernyataan Prabowo di atas ini :

  • Jumlah kasus keracunan MBG secara kuantitatif bukanlah angka yang kecil, yaitu 4.711, dan ini terjadi bukan hanya terjadi di satu sekolah melainkan di banyak sekolah.
  • Jumlah kasus keracunan MBG masih terus berlanjut dan bertambah.

Sekali lagi, alih-alih mencari cara mengatasinya secara cepat dan serius, pemerintah malah mencari-cari alasan dan pembenaran, bahkan mungkin playing victim, seperti dengan mengatakan bahwa ada politisasi atau ada sabotase pada masalah keracunan MBG ini.

Sebelum menuduh masalah ini sebagai ada politisasi atau ada sabotase, pemerintah seharusnya melakukan pengecekan dengan seksama terhadap kasus keracunan MBG dan pengecekan terhadap penyediaan MBG ini.

Jikalau mengatakan bahwa masalah keracunan MBG ini ada politisasi atau ada sabotase, siapa pelakunya ???

Masa masalah sebesar ini tidak bisa dideteksi siapa pelakunya ? Minimal, mulailah dari penyedianya dan pihak-pihak terkait lainnya. Dan ini harus diinformasikan segera agar tidak menjadi opini liar dan mencari pembenaran.

Jika masalah keracunan ini terjadi karena kesalahan penyedianya, maka pertanyaannya adalah mengapa. Semoga saja untuk mengatasi masalah ini tidak sampai meningkatkan anggaran yang sampai membengkak, seperti menyediakan chef bersertifikasi untuk setiap dapur SPPG.

Sebelum mengatasi masalah keracunan MBG ini, seharusnya pemerintah melakukan analisa tentang apakah kebijakan MBG ini adalah kebijakan yang tepat dan efektif ?

Kajian ini perlu dilakukan karena jangan sampai jika kebijakan ini tidak efektif maka kebijakan ini terus dipaksakan berjalan.

Jika dianggap kebijakan ini efektif, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah sudah siap untuk dilaksanakan "sekarang juga" ?

Jika dianggap kebijakan ini harus dilaksanakan "sekarang juga", maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah kesiapan untuk melaksanakan kebijakan MBG ini sudah siap ?

Memaksakan atau ketidaksiapan melaksanakan sebuah kebijakan akan berdampak kontraproduktif, bukan hanya hasilnya tidak maksimal melainkan malah menjadi masalah baru. Bukankah ini malah membebani negara lebih lanjut yaitu harus menanggung biaya rumah sakit terhadap korban-korban ini ?

Btw, biaya rumah sakit para korban keracunan MBG ini ditanggung pemerintah kan ? Jangan sampai menambah beban rakyat. Tapi sesungguhnya, ini sudah menambah beban rakyat. Dan kebijakan MBG ini malahan menambah beban pihak guru dan sekolah, bahkan harus menanggung wadah makan MBG yang hilang jika itu terjadi. Dan tidak ada tambahan insentif atas tugas tambahan ini, bahkan selain menambah beban, malahan dapat menjadi korban.

Dan sekali lagi, bukannya mencari solusi, pemerintah malahan mencari pembenaran dengan alasan-alasan yang mengada-ngada yang nampaknya menganggap masalah keracunan MBG ini adalah masalah sepele seperti yang disampaikan Zulkifli Hasan bahwa masalah keracunan hanya masalah belum terbiasa. 

Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani MBG adalah dengan menempatkan orang yang tepat. Ironisnya, seringkali pemerintah menempatkan orang yang tidak tepat pada suatu jabatan.

Dan terakhir, tidak ada bentuk keterkejutan dari pemerintah akan para korban keracunan MBG ini seperti keterkejutannya pada masalah korupsi. 

Apakah uang jauh lebih bernilai dari masalah nyawa seseorang ? Apakah harus menunggu jumlah korban keracunan MBG meningkat jauh lebih besar lagi maka baru terkejut seperti keterkejutannya pada masalah korupsi ? 

Dengan segala masalah yang muncul dari program MBG ini, alangkah baiknya pemerintah meninjau kembali program MBG ini. Karena dari berbagai sisi, program ini memang layak untuk ditinjau kembali. Menurut saya, program MBG ini bukanlah program prioritas, bahkan tidak efektif. Anggaran MBG dapat dialokasikan untuk anggaran lainnya.

Bayangkan, untuk gratiskan SD swasta yang membutuhkan Rp 183,4 trilyun dikatakan tidak punya dana, sementara untuk merealisasikan MBG menyedot dana Rp 223 Trilyun, dan ini belum termasuk dana yang dikeluarkan pemerintah untuk menangani para korban keracunan MBG dan lain sejenisnya.

Apakah ada alasan lain mengapa pemerintah mempertahankan program MBG ini hingga sekarang seperti, misalnya, alasan politis atau alasan-alasan lainnya demi kepentingan / keuntungan pihak-pihak tertentu ?


Salam Cerdas Bernalar, Beragama, dan Berpolitik,


Max Hendrian Sahuleka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  • SHARE