Kita sempat dihebohkan dengan foto dan berita tentang munculnya 2 matahari kembar yang sempat beredar dan ramai menjadi pembahasan di media sosial yang kemudian dikaitkan sebagai tanda-tanda kiamat.
Sains telah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang fenomena munculnya 2 matahari kembar ini dengan sangat baik yang Anda dapat cari sendiri via Google.
Namun demikian, tulisan ini tidaklah sedang membahas tentang penampakan 2 matahari kembar tersebut secara science, melainkan lebih kepada "2 matahari kembar dalam artian 2 pemimpin dalam satu bangsa".
Pertanyaannya, APAKAH MUNGKIN ADA 2 "MATAHARI KEMBAR" (2 PENGUASA / PEMIMPIN) DALAM SATU NEGARA ATAU BANGSA ???
Jean Jacques Rousseau berkata : "Dua penguasa / pemimpin dalam satu bangsa hanyalah sumber kebingungan moral."
Sedangkan Sun Tzu berkata : "Jika matahari bersinar di satu langit, bumi tidak akan menemukan siang dan malam yang pasti."
Inilah yang terjadi jika ada 2 pemimpin atau lebih dalam satu negara / bangsa, terjadi kebingungan dan kekacauan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kehancuran.
Jadi, munculnya matahari kembar diartikan sebagai tanda kiamat (baca: kehancuran) dapat ditafsirkan bahwa jika suatu bangsa / negara memiliki 2 penguasa / pemimpin maka kemungkinan besar itu adalah tanda-tanda bahwa negara / bangsa tersebut akan kiamat / hancur.
Jika kata "Tuhan" ("Lord" dengan huruf L Besar) ditafsirkan secara antroposentris dengan "tuan" ("lord" dengan huruf l kecil), maka sila pertama "Ketuhanan Maha Esa" dapat dimaknai bahwa tidak boleh ada 2 tuan, tidak boleh ada 2 pemimpin, tidak boleh ada 2 penguasa.
Lalu bagaimana jika ada 2 tuan ???
Allah berfirman : "Sekiranya di langit dan di bumi ada dua Tuhan selain Allah SWT, tentulah keduanya itu telah rusak binasa." [ Q.S. Al-Anbiya' ayat 22 ]
Sekali lagi, saya menafsirkan ayat di atas secara antroposentris karena Al-Quran diturunkan untuk umat manusia, untuk menjadi tuntunan bagi umat manusia. Oleh karena itu, bila ada 2 matahari kembar atau 2 penguasa / pemimpin dalam satu negara / bangsa, niscaya negara / bangsa tersebut akan hancur, hancur karena akan terjadi kekacauan atau peperangan.
Jadi, tidak boleh ada dualisme kepemimpinan dalam politik. Tidak boleh mendua. Inilah konsep kepemimpinan yang sesuai dengan ajaran agama, dan konsep kepemimpinan yang juga sesuai dengan Pancasila. Dan inilah adab bernegara dan berpolitik yang jika ditegakkan maka "Persatuan Indonesia" dapat terjaga.
Lalu bagaimana jika ada "2 matahari kembar" ?
Yang harus kita lakukan adalah mengikuti pemimpin yang terpilih melalui proses pemilihan pemimpin yang sah.
Tapi tentunya dengan catatan bahwa pemimpin tersebut memimpin bangsa dan negara dengan menjunjung tinggi "Ketuhanan Yang Maha Esa", "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", dan "Persatuan Indonesia" serta butir-butir sila yang terkandung di dalamya. Hanya dengan demikian, maka "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dapat tercipta. Namun ini semua dapat terwujud apabila "Kerakyatan benar-benar dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan", bukannya dipimpin secara tidak hikmat kebijaksanaan yang lebih mementingkan kepentingan dirinya pribadi dan kelompoknya saja.
Tinggal pertanyaan terakhir adalah apakah Indonesia akan bubar pada tahun 2030 nanti ???
Pertama, tergantung pada apakah benar-benar terjadi "matahari kembar" sekarang-sekarang ini adalah kepemimpinan di negeri ini ???
Kedua, tergantung pada pemimpinnya saat ini apakah benar-benar memimpin bangsa dan negara ini dengan hikmat kebijaksanaan ???
Ketiga, tergantung pada seberapa bijaknya para elit politik di negeri ini ???
Keempat, tergantung pada seberapa cerdas rakyatnya dalam bernalar dan bersikap ???
Bersikap optimis boleh-boleh saja, tapi janganlah sampai "denial" terhadap fakta dan gejala yang ada. Tidak selamanya berprasangka buruk adalah buruk, karena sebagian prasangka buruk adalah waspada. Sikap waspada ini akan melahirkan tindakan pencegahan dan menyiapkan segala sesuatunya agar kemungkinan-kemungkinan buruk dapat dicegah dan menyiapkan solusi-solusi untuk mengatasinya bahkan membuat kondisi menjadi lebih baik.
Salam Cerdas Bernalar, Beragama dan Berpolitik,
Max Hendrian Sahuleka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar