KUMPULAN ARTIKEL :

Jumat, 30 Agustus 2024

KELUAR DARI PARADIGMA SURVEI ELEKTABILITAS DAN JEBAKAN YANG DAPAT MENGHANCURKAN PDIP

PILIH PRAMONO ANUNG - RANO KARNO UNTUK DK JAKARTA LEBIH BAIK

Memang tidak mudah dalam menentukan pilihan. Salah memilih bukan hanya dapat menyebabkan kekalahan, tetapi juga dapat menyebabkan kehancuran dalam jangka panjang.

Banyak partai yang memilih sosok yang diusungnya untuk menjadi kepala daerah suatu daerah adalah tingkat kepopularitasannya yang salah satunya dapat dilihat dari survey elektabilitasnya.

Survey menunjukkan bahwa calon yang memiliki tingkat elektabilitas paling tinggi untuk menjadi gubernur DK Jakarta adalah Anies Baswedan yang berada pada peringkat pertama dan Ahok (Basuki Tjahja Purnama) yang berada pada peringkat kedua. Banyak yang menduga bahwa pilihan PDIP tidak terlepas dari 2 sosok tersebut.

Namun ternyata, PDIP menjatuhkan pilihannya pada Pramono Anung sebagai cagub DK Jakarta yang dipasangkan dengan si Doel (Rano Karno) sebagai cawagubnya.

Keputusan PDIP ini sangatlah menarik karena PDIP tidak mempertimbangkan faktor survey elektabilitas dalam mengusung sosok yang diangkatnya menjadi kepala daerah DK Jakarta.

PILIH JEJE - RONAL UNTUK JAWA BARAT LEBIH BAIK

Dan lebih menariknya juga, PDIP juga tidak mengusung Anies Baswedan menjadi cagub untuk Jawa Barat sebagaimana yang didesas-desuskan sebelumnya. Desas-desus yang berkembang ketika PDIP tidak mencalonkan Anies Baswedan sebagai cagub DK Jakarta adalah bahwa PDIP akan mengusung Anies Baswedan sebagai cagub Jawa Barat. Dan ini lagi-lagi menunjukkan bahwa PDIP berani membuat keputusan yang keluar dari pakem yang ada di mana survey elektabilitas menjadi faktor pertimbangan yang paling utama.

PDIP memang hebat

Mengapa PDIP tidak mengusung Anies Baswedan untuk menjadi cagub baik di DK Jakarta maupun Jawa Barat ?

Banyak yang memberikan opini bahwa PDIP tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama seperti sebelumnya di mana orang yang diusungnya justru mengkhianatinya. Bahkan bukan hanya berkhianat dalam artian berpindah kubu, melainkan berusaha menghancurkan PDIP.

Dan analisa ini tidak sepenuhnya salah atau dapat langsung ditolak, karena selain hadir di PDIP terkait siapa yang akan diusung oleh PDIP menjadi cagub DK Jakarta, Anies Baswedan juga menghadiri Kongres III Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada 25 Agustus 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. Kehadiran Anies Baswedan dalam Kongres II Partai NasDem ini dapat menunjukkan sikap Anies Baswedan yang terkesan mencla-mencle dan tidak dapat dipercaya untuk dapat dinilai berintegritas dengan partai yang mengusungnya.

Namun secara pribadi, saya menilai bahwa tidak jadinya Anies Baswedan diusung oleh PDIP adalah suatu keputusan yang TEPAT. Hal ini karena jika PDIP sampai mengusung Anies Baswedan maka yang terjadi akan merugikan PDIP. Pasalnya, banyak kader dan simpatisan PDIP yang menolak PDIP untuk mengusung Anies Baswedan. Lebih dari itu, banyak kader dan simpatisan PDIP yang anti terhadap Anies Baswedan. Dengan kata lain, keputusan PDIP ini berhasil membuat PDIP keluar dari jebakan yang dapat menghancurkan PDIP baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pasalnya, masih banyak kader dan simpatisan PDIP yang terluka dengan fenomena Pilgub DKI Jakarta pada tahun 2017 di mana politik identitas yang dimainkan oleh kubu Anies Baswedan sedemikian tajamnya bahkan hingga mengkriminalisasi Ahok. Bahkan para kader dan simpatisan PDIP dan juga para Ahokers (sebutan untuk para pendukung Ahok) yang juga terus melakukan aksi dukungan terhadap Ahok menjadi cagub DK Jakarta dan atau mendesak PDIP agar mengusung Ahok menjadi cagub DK Jakarta. Jadi, bisa dibayangkan, betapa PDIP harus membayar harga yang mahal jika sampai mendukung Anies Baswedan menjadi cagub DK Jakarta meskipun menurut survey elektabilitasnya adalah yang paling tinggi.

Tapi ada yang mengganjal di hati saya, mengapa PKS dengan para kader dan simpatisannya yang sangat mengidolakan dan mengagung-agungkan Anies Baswedan, kok tidak mengusung Anies Baswedan menjadi cagub DK Jakarta ?

Atau, mengapa Partai NasDem yang mengakui bahwa Anies Baswedan sangat andil dalam menaikkan suara Anies Baswedan dan juga banyak kader dan simpatisannya yang mengagung-agungkan Anies Baswedan, kok juga tidak mengusung Anies Baswedan menjadi cagub DK Jakarta ?

Padahal, berdasarkan Keputusan MK No.60 tahun 2024, PKS maupun Partai NasDem sudah dapat mengusung siapa yang akan menjadi cagub-cawagubnya secara mandiri, baik untuk di DK Jakarta maupun Jawa Barat bahkan untuk di Propinsi lainnya.

Dan komentar saya terakhir saya atas keputusan PDIP yang tidak mengusung Anies Baswedan menjadi untuk menjadi cagub DK Jakarta maupun Jawa Barat melainkan dengan mengusung sosok dari internal partainya sendiri menunjukkan bahwa PDIP adalah partai yang sangat baik dalam membangun dan mengembangkan kadernya sehingga tidak terjadi krisis kepemimpinan dan kaderisasi.

Hal ini sangat berbeda dengan beberapa partai lainnya, yang mengalami masalah dalam sistem kaderisasi di mana ada sosok yang secara instan menjadi ketua partainya, bahkan yang menjadi ketuanya adalah orang yang bukan berasal dari partainya.

Nah, BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Ditunggu ya komentar Anda pada kolom komentar ya. Terima kasih.


Salam Demokrasi, 

Max Hendrian Sahuleka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  • SHARE